Pilihan Allah Pasti yang Terbaik

Oleh : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Rio Agusri - Sabtu, 04 Mei 2024 06:21 WIB
Pilihan Allah Pasti yang Terbaik
Ilustrasi (Foto int)

datanews.id -Kita tidak boleh memaksa Allah agar memenuhi pilihan kita. Tugas kita adalah pasrah dan tawakal pada apa yang Allah tetapkan. Karena pilihan Allah pasti terbaik untuk kita.

Ibnul Qayyimrahimahullahdalam kitabnyaAl-Fawaidmasih membicarakan ayat berikut,

ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Ibnul Qayyimrahimahullahmenjelaskan faedah lainnya dari ayat di atas, "Di antara hikmah yang terkandung di dalam ayat ini ialahjika seorang hamba menginginkan kesudahan yang baik dalam setiap urusannya, maka ia dituntut untuk menyerahkan segala urusannya kepada Allah Yang Maha Mengetahui akibat segala urusan, serta rida atas pilihan dan ketentuan Allah baginya.

Hikmah lainnya yang dikandung ayat ini ialahseorang hamba tidak berhak mengajukan usul kepada Rabbnya, tidak berhak mendikte Rabbnya agar memenuhi pilihannya dan tidak berhak memohon agar diberikan sesuatu yang dia sendiri tidak mengetahui bagaimana kesudahannya.Sebab, boleh jadi sesuatu yang dimintanya justru membahayakan dan membinasakannya karena ia tidak mengetahui akibat dan dampak negatifnya. Atas dasar itu, manusia sama sekali tidak boleh memaksa suatu pilihan kepada Rabbnya. Yang sebaiknya dilakukan adalah hendaknya ia memohon pilihan yang terbaik dari Allah dan meminta agar hatinya rida atas pilihan tersebut. Sebab, tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi dirinya selain daripada itu.


Hikmah lainnya adalah apabila seorang hamba telah menyerahkan urusannya kepada Rabbnya dan rida atas pilihan Allah untuk dirinya niscaya Allah akan membantunya menerima pilihan itu dengan menganugerahkan ketegaran, kebulatan tekad, dan kesabaran hati.Lalu, Allah akan menghindarkannya dari segala macam bencana yang mungkin terjadi apabila seorang hamba berpegang kepada pilihannya sendiri. Kemudian Allah akan memperlihatkan kepadanya dampak positif dari pilihan Allah bagi dirinya, yang tidak akan dicapai walaupun separuhnya jika ia menentukan pilihan hidupnya sendiri."

Catatan:

Maksud Ibnul Qayyimrahimahullahdi atas dapat dilihat dari doa shalat istikharah berikut ini.


اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – فَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ


Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun rida dengannya.


Referensi:

Al-Fawaid.Cetakan keenam, Tahun 1431 H. Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Tahqiq dan Takhrij: Syaikh 'Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd. hlm. 204.

Fawaid Al-Fawaid.Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Tahqiq dan Takhrij: Syaikh 'Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari. Penerbit Dar Ibn Al-Jauzi. hlm. 175-176.




Sumber: rumaysho.com


SHARE:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru